Xmakoranews.com//Sulawesi Utara, sebuah daerah yang kaya akan sumber daya alam, juga menyimpan permasalahan serius: penambangan emas tanpa izin (PETI). Aktivitas tambang ilegal yang menggunakan alat berat telah menjadi momok bagi lingkungan dan masyarakat. Namun, bagaimana aparat penegak hukum menangani masalah ini?
Ketika Irjen Pol Royke Lumowa menjabat sebagai Kapolda Sulawesi Utara, ia menunjukkan keseriusan dalam memberantas tambang ilegal. Tidak hanya sekadar memberi peringatan, tetapi ia langsung turun tangan, mengeluarkan kebijakan tegas, dan menindak para pelaku. Dalam masa kepemimpinannya, banyak lokasi tambang ilegal yang berhasil ditutup, alat berat disita, dan pelaku dijadikan tersangka. Ia memahami bahwa tambang ilegal bukan hanya persoalan ekonomi, tetapi juga merusak lingkungan dan berpotensi menimbulkan konflik sosial.
Namun, kondisi berubah setelah kepemimpinan berganti. Saat ini, di bawah kepemimpinan Irjen Pol Roycke Harry Langie, aktivitas tambang ilegal seolah kembali hidup. Alat-alat berat masih bebas beroperasi, bahkan di lokasi yang sebelumnya telah ditertibkan. Walaupun sang Kapolda menyatakan bahwa ia mengedepankan aspek hukum dalam penanganan tambang ilegal, faktanya, hingga kini, banyak pihak yang masih berani menjalankan bisnis haram ini.
Lalu, di manakah efektivitas kepemimpinan saat ini? Mengapa masih ada pembiaran? Apakah hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas? Jika dulu Kapolda Royke Lumowa mampu menindak tegas tanpa kompromi, mengapa kini tindakan serupa seolah kehilangan tajinya?
Masyarakat Sulawesi Utara berhak atas lingkungan yang bersih dan terlindungi. Jika aparat tidak bertindak tegas, maka kepercayaan publik terhadap penegakan hukum akan terus menurun. Kepemimpinan Kapolda Roycke Harry Langie harus lebih dari sekadar pernyataan, dan dibuktikan dengan aksi nyata. Jika tidak, maka tambang ilegal akan terus menjadi “raja” di tanah yang seharusnya dijaga.(Roy)
Tim Redaksi